Pernahkah kamu merasa, kalau dirimu terlalu berbeda dengan orang lain di sekitarmu, sampai membuatmu menarik diri dari lingkunganmu?
Mungkin inilah yang dirasakan oleh Ito Soma (Ren Komai),
tokoh utama dalam film Jepang Ito yang rilis pada 2021 dan disutradarai juga
ditulis langsung naskahnya oleh Satoko Yokohama. Salah satu film yang sempat
saya saksikan secara daring dalam ajang Japanese Film Festival Online 2022.
Tentang Film Jepang Ito
Sejujurnya, saya punya ketertarikan tersendiri untuk
menyaksikan film yang menghadirkan Ren Komai sebagai Ito Soma, tokoh utama yang
menjadi pusat dari segala lika-liku cerita kehidupan perempuan berusia 16 tahun
nan sangat pemalu, akibat aksen dialek Tsugaru -- salah satu dalek yang berkembang di Prefektur
Aomori – yang dimilikinya, setiap kali berbicara.
Bagaimana sih kehidupan remaja di Jepang sana yang nggak
terlalu berdekatan dengan gemerlap Tokyo, seperti yang biasanya saya saksikan
dalam beberapa channel Youtube, semisal channel Nihonggo Mantappu atau channel
dari Tomohiro Yamashita?
Judul : Ito
Tahun Tayang : 2021
Sutradara : Satoko Yokohama
Penulis Skenario : Satoko Yokohama
Pemain Utama : Ren Komai (as Ito Soma), Etsushi Toyokawa (as
Koichi Soma), Mei Korokawa (as Sachko Kasai)
Durasi : 1 jam 56 menit
Rate Usia : 13+
Sinopsis Film Jepang Ito
Scene pertama film
Ito yang kisahnya diangkat dari novel berjudul Itomichi karya Osamu Yoshigaya ini,
sudah menunjukkan bagaimana teman-teman sekelasnya saja menganggap kalau dialek
bicara yang Ito Soma lafalkan persis seperti lagu klasik. Nggak terdengar gaul.
Mungkin inilah yang jadi salah satu pemicu, mengapa dirinya
nggak bisa luwes berteman, ditambah karakter bawaannya yang memang nggak banyak
bicara. Tokoh Ito cenderung terasa pendiam dan kaku sekali.
Berbagai keadaan pun membuat ia makin tergoda untuk menarik
diri dari pergaulan. Apalagi, hidupnya sudah piatu sedari kecil.
Sementara Ito yang tinggal bersama neneknya, Hasue Soma
(Youko Nishikawa), juga ayahnya, merasa kalau keluarganya nggak banyak mengerti
dirinya, terutama sang Ayah. Koichi Soma sering membanggakan putrinya yang
pandai bermain shamisen kepada mahasiswanya – hal sama memang dilakukan juga
oleh neneknya, tapi … tetap saja Ito merasa “sendirian”.
Ito Soma makin lama, tumbuh menjadi gadis yang penyendiri,
terutama sepeninggal ibunya, sosok perempuan yang meninggalkannya di usia 3
tahun, dan seorang pemain shamisan berbakat di masa mudanya.
Berbeda dengan mendiang ibunya, Ito nggak merasa nyaman
untuk tampil di muka umum, bahkan komunikasinya dengan sang ayah juga sang
nenek pun sangat terbatas. Ito tenggelam dalam dunia sunyi miliknya sendiri.
Kematian sang ibu pun banyak mempengaruhinya, termasuk
dirinya yang berhenti memainkan shamisen, alat musik yang diturunkan kepadanya
dari generasi ke generasi dan terakhir sampai ke tangannya.
Diam-diam, sebenarnya ia ingin berteman dengan gadis lain
dari sekolah yang sama dengannya. Teman perempuan yang sama-sama sering naik
kereta bersamanya setiap pulang sekolah, walau nggak pernah benar-benar saling
bertegur sapa, sebab si gadis itu, Sanae Imarouka (Jonagold – member idol grup
Ringo Musume yang sering tampil untuk mempromosikan wisata di Prefektur
Aomori), lebih sering menyumpal telinganya dengan earphone.
Semua berjalan baik-baik saja, hingga suatu ketika Ito minta
dibelikan sepatu oleh sang Ayah. Payahnya, sebagai profesor dengan keuangan
yang terbatas, Koichi Soma belum bisa memenuhi permintaan putri semata
wayangnya saat itu juga. Maka, Ito tergoda untuk mencari arubaito, pekerjaan
paruh waktu.
Tanpa sengaja, jarinya yang berkeliling di situs pencarian
pekerjaan melalui ponselnya, malah terhubung ke sebuah maid café. Selanjutnya,
Ito diterima bekerja sebagai pelayan di sana.
Di maid café ini, ia menemukan karakter lain, seperti
Sachiko Kasai (Mei Korokawa) yang seorang ibu tunggal, Tomomi Fukushi (Mayuu
Yokota) seorang calon mangaka, dan seorang bartender merangkap manajer café Yuichiro
Kudo (Ayumu Nakajima). Semua karakter baru yang memberi warna pada kehidupan
Ito yang baru.
Awalnya, sang ayah biasa saja dengan pekerjaan putrinya,
bahkan cukup mendukung dengan memberinya buku sejarah tentang budaya maid café.
Walau di sisi lain, Koichi Soma khawatir, sebab maid café bukanlah sepenuhnya café
untuk mencari makanan dan minuman, melainkan “pelayanan” dari pada maid-nya.
Sampai di suatu
ketika, muncul berita di televisi tentang sang pemilik maid café yang ditangkap
polisi akibat terlibat kasus penggelapan ilegal. Di saat itulah, Koichi Soma
menyampaikan ketidaknyamanannya mendapati Ito bekerja di sana. Tentu saja,
mendapati banyak perubahan positif dalam dirinya, Ito menolak keras.
Penolakan yang membawanya pergi meninggalkan rumah. Lalu,
mendekatkan ia pada sosok teman satu sekolah yang sudah lama ingin dikenalnya
lebih dekat, Sanae Imarouka.
Di kepergiannya itu pula, Ito membawa shamisen yang
diwariskan ibunya padanya. Momen yang pada akhirnya, membawa Ito untuk kembali
memainkan shamisen setelah sekian lama, demi menyelamatkan maid café, tempat ia
bekerja.
Apa selanjutnya hubungan Ito Soma dan sang Ayah bisa membaik
kembali? Apakah Ito mendapati perlakuan yang cukup baik sebagai seorang gadis
di maid café? Apakah Ito kembali bisa menemukan dirinya sendiri dan menikmati
jati dirinya yang lebih menyukai mengekspresikan banyak hal dalam kesunyiannya?
Kesan Menonton Film Jepang Ito
Mungkin sebab film yang diangkat dari novel berjudul
Itomichi – bermakna jejak bentukan di kuku akibat terlalu sering bersinggungan
dengan senar alat musik petik – ini lebih ingin mengisahkan pencarian jati diri
dan hubungan antara ayah dan anak, cukup membuat hati saya menghangat.
Betapa menerima karakter yang sebenarnya tertanam dari dalam
diri, walau itu berbeda dari kebanyakan orang di sekitarnya, nggak semudah
berkata-kata. Semua orang nggak sama dan nggak bisa disamakan. Setiap orang itu
unik. Hal yang nggak selalu mudah diterima oleh anak yang masih masuk dalam
kategori usia remaja.
Sementara, hubungan berbeda gender antara anak perempuan dan
ayahnya pun, di kala remaja, seringnya berubah menjadi hubungan yang sulit. Film
Ito mengajarkan pula tentang ini.
Film Ito pun turut mengenalkan kepada penonton seperti saya,
tentang suasana di Prefektur Aomori, dengan ciri khasnya sendiri. Klasik. Tenang.
Begitulah yang saya tangkap sepanjang menonton.
Bahkan, kebanyakan pemain yang dilibatkan oleh sang
sutradara dalam “Ito” memang berasal dari Aomori. Termasuk pemilihan pemeran
Ito Soma yang selanjutnya dimainkan oleh Ren Komai, rupanya disebabkan oleh
kemampuannya berbicara dalam Tsugaru-ben sebab benar-benar berasal juga dari
Aomori. Sang sutradara, Satoko Yokohama menyatakan, ia sudah menemukan karakter
Ito Soma dalam diri Ren Komai, sejak pertama kali mengajaknya mengobrol.
Walau memang shamisen pun turut dikenalkan dalam film
bergenre drama ini, sebenarnya belum bisa membuat saya benar-benar terpana.
Bisa jadi sebab saya sendiri masih berada dalam keadaan mereka-reka dan meraba
tentang sisi lain dari budaya Jepang klasik.
Sementara untuk budaya urban maid café, ya … saya yang
mungkin terpikir kalau maid café nggak selalu layak bagi remaja, menemukan
bahwa maid café yang ditampilkan di film Ito ingin menunjukkan sisi yang berbeda.
Bukan semata sebagai pemuas imajinasi para pengunjung atas para pelayannya.
Saya kurang paham, sebenarnya kamu bisa menyaksikan film
Jepang Ito secara legal dimana, sebab saya menonton melalui program festival
film. Namun, semoga kamu pun kelak berkesempatan menyaksikannya juga ya gengs.
Wah iya, nggak ada salahnya untuk jadi diri sendiri ya mbak
BalasHapusMasing-masing orang itu punya keunikannya tersendiri
Menarik ceritanya sebuah perjalanan anak pendiam penuh talenta. Shamisen aku penasaran bunyinya.
BalasHapusWow, masuk wishlist nih filmnya. Keknya menarik ya
BalasHapusSilakan Kak.
HapusSetuju bangettt. Ini jadi highlight juga sih buatku hehehe. Kayaknya seru yah filmnya
BalasHapus