Sepertinya blog Ambil Remot sejauh ini lebih banyak membahas film Jepang ya.
Film jepang It’s a Summer Film! menjadi film terakhir yang
bisa saya saksikan secara utuh sepanjang mengikuti Japan Film Festival 2022.
Waktu saya yang terbatas, rupanya memaksa saya untuk memilih dengan cermat,
tayangan mana saja yang bisa saya saksikan untuk dibagikan di blog ini.
Kali ini, genre film slice of life yang diperankan oleh Marika Ito, mantan member dari Nogizaka46 generasi pertama yang juga biasa dikenal dengan sebutan Bebitan ini, saya pilih karena mengangkat sisi pembuatan film secara indie yang dilakukan oleh siswa sekolah menengah di Jepang sana.

Tentang It’s A Summer Film!
Sebenarnya, saya sendiri awalnya sedikit enggan untuk
menyaksikan film yang juga diperankan oleh Daichi Kaneko ini. Apalagi kalau
berselancar di internet dan mengetikkan judul film ini, rating yang diberikan
beneran nggak banyak. Rerata sampai di angka 7 dari 10 saja.
Namun, hati kecil saya seolah bertanya-tanya, apa sih alasan
film yang disutradarai oleh Soushi Matsumoto ini bisa muncul sebagai salah satu
tayangan line up di Japan Film Festival 2022? Kalau mau tahu jawabannya, tentu
saya harus menyaksikannya, kan?
Tercatat, film ini pun mendapat pujian tertinggi pada
pemutaran perdananya Festival Film Internasional Tokto 2020. Nggak kalah
menarik, film yang juga menghadirkan si cantik Yuumi Kawai ini, turut
memenangkan TAMA Film Award.
Belum lagi, Marika Ito sampai mendapat nominasi sebagai aktris
terbaik dalam Hochi Film Awards dan Mainichi Film Awards untuk It’s A Summer
Film!, jadi keputusan saya untuk memutar film drama anak sekolahan kali ini,
pilihan yang baik. Apa sisi bagusnya ya?
Judul : It’s A Summer Film!
Tahun Tayang : 2021
Sutradara : Soushi Matsumoto
Penulis Skenario : Naoyuki Miura, Soushi Matsumoto
Pemain Utama : Marika Ito, Daichi Kaneko, Yuumi Kawai,
Kirara Inori
Durasi : 1 jam 37 menit
Rate Usia : 13+
Sinopsis Film Jepang It’s A Summer Film!
Penonton dikecoh dengan aksi sepasang anak SMA yang saling
mengungkapkan perasaan cinta di rooftop
sekolah. Eh tahunya, itu tuh bagian dari film indie yang sedang digarap sama club film sekolah. Mereka semua sedang
sibuk menghasilkan film bergenre romance
comedy.
Di dalam ruangan tadi, duduk dengan menekuk wajah, Hadashi
(Marika Ito) atau biasa juga dipanggil dengan sebutan Barefoot oleh teman-teman
sekolahnya. Ia kelihatan kurang bersemangat membahas proses pembuatan film
indie yang diketuai oleh Karin. Baginya, film romance comedy terlalu biasa dan membosankan.
Beruntung, Hadashi punya dua teman yang dengan senang hati
mau membantunya. Ketiganya sering berbagi kesenangannya akan film Samurai di
sebuah markas dari mobil tua yang disembunyikan di bawah jembatan, tepi sebuah
sungai. Bersama Blue Hawaii (Kirara Inori) dan Bitoban (Yuumi Kawai), Hadashi
berjuang untuk membuat film samurai pertamanya, pada liburan musim panas.
![]() |
beruntungnya Hadashi punya dua sahabat baik |
Barefoot yang sangat menyukai film samurai awalnya ragu
untuk merealisasikan mimpinya itu. Baginya, nggak ada yang cocok untuk memerankan
tokoh seorang samurai dan film yang akan dibuatnya. Hingga, suatu kebetulan,
mempertemukannya dengan Rintaro (Daichi Kaneko). Sosok yang sama sekali belum
pernah ditemuinya di sekolah.
Awalnya, Rintaro enggan untuk menerima tawaran dari Hadashi
alias Barefoot. Tapi, dengan berbagai rayuan dan ancaman, akhirnya Rintaro mau
juga untuk mulai mendengarkan ide film samurai yang Hadashi buat.
![]() |
ngobrolin film samurai demi membujuk Rintaro |
Sayangnya, Hadashi nggak punya banyak dana untuk bisa
mewujudkan impiannya. Walau Blue Hawaii mau mengerahkan teman-temannya di club
kendo, juga Bitoban yang bersedia menjadi cameraman, ternyata semuanya nggak
mudah. Masih butuh pemeran tambahan, tim lighting, dan lainnya.
Proses untuk menghadirkan sebuah “mahakarya” ternyata
sungguh berliku. Ada proses panjang yang setiap jalannya, malah menghadirkan
tantangan yang nggak bisa dianggap mudah, apalagi bagi remaja yang biasanya
punya impian besar, namun terjebak oleh banyaknya keterbatasan. Membuat sebuah
film itu, nggak bisa selesai dalam waktu singkat lho.
Mampukah Hadashi si Barefoot menghasilkan film indie bertema
samurai impiannya di musim panas?
Kesan Menonton It’s A Summer Film!
Dalam film It’s A Summer Film! ini, ada sebuah proses
panjang yang dihadirkan secara gamblang tentang menghasilkan sebuah karya. Alasan
saya yang pada akhirnya, merasa perlu untuk menonton
film melalui situs legal ya ini.
Paling nggak, saya melakukan pay forward untuk karya orang lain. Harapan saya, kelak karya saya,
semisal apa yang saya lakukan pada blog film Ambil Remot ini pun, mampu
diapresiasi oleh semesta.
Perjalanan panjang dengan lika-liku njelimet untuk bisa
menghadirkan sebuah scene film pendek saja, ditunjukkan oleh Barefoot dengan
sepenuh jiwa raganya. Bagaimana dia harus mengkomunikasikan impiannya itu pada
orang lain. Bagaimana dia harus menguatkan dirinya sendiri, saat banyak
rintangan yang datang. Termasuk, menghadirkan sebuah film itu, pakai dana,
biaya, dan nggak semua bisa dimunculkan secara cling, simsalabim.
![]() |
proses jadinya sebuah karya itu nggak bisa dilakukan sendirian saja |
Menyenggol ya. Jadi, seberapa sering kamu mengunduh tontonan
secara ilegal, sejauh ini? Egois nggak sih, kamu menikmati karya orang lain
demi menyenangkan dirimu dan memuaskan rasa penasaranmu, tanpa mau memberi
penghargaan pada orang-orang yang berjuang di balik karya tadi?
Ada kejutan lain yang dihadirkan oleh film yang juga ikut
ditulis oleh Naoyuki Miura ini. Kamu bisa menemukan sisi imajinatif para sineas
Jepang. Saya sendiri tercengang ketika ada unsur sci-fi yang dimasukkan ke dalam film ini, dan membuat semuanya jadi
sedikit “apa sih” buat saya. Beneran lho, Gengs.
Saya bocorin sedikit ya. Wajar saja kalau Barefoot
seumur-umur nggak pernah melihat Rintaro sebelumnya. Ya jelas, Rintaro berasal
dari masa depan. Di mana pada masanya Rintaro, sudah nggak ada film berdurasi
panjang, hanya beberapa detik saja. Seolah warga dunia sudah terlalu sibuk,
sampai nggak punya waktu untuk menikmati film, bahkan membuat film lagi.
Nah lho … apa iya, kelak salah satu lini hobi saya ini juga
akan menghilang? Berganti dengan tayangan berdurasi pendek, seperti yang
bertebaran di media sosial? Oh, please,
say no for me.
Kalau saya perhatikan lebih jauh, film jepang memang cukup
memainkan imajinasi penonton ya. Seperti film ReLIFE
misalnya. Ada lho teknologi yang bisa bikin kita kembali muda secara fisik.
Nah, kalau di It’s A Summer Film! lebih kepada adanya mesin waktu.
Selain itu, keinginan Hadashi menghadirkan film samurai
rupanya sedikit menyenggol kehidupan remaja yang banyak dipengaruhi oleh urusan
cinta pada lawan jenis. Padahal, ada sisi lain dari kehidupan sebagai remaja
yang perlu digali, kecintaan pada proses belajar menuju impian. Aih … jleb
nggak tuh kata-kata saya, Gengs?
That’s a power of a
passion. Ya nggak sih? Sesuatu yang pada akhirnya, mendorong seseorang untuk
siap melangkah jauh, walau seret jalannya.
Memang, nggak ada yang mudah dalam kehidupan manusia. Anak-anak
dan remaja perlu banyak belajar, bahwa ada usaha yang perlu diperjuangkan, juga
teman-teman yang perlu dipilih untuk menuju impian masing-masing. Tuh, kan,
kalau salah pilih teman, ujungnya ya … mempengaruhi impian kita di masa depan.
Bahkan, nggak bisa juga lho kita jalan maju begitu saja menuju
impian, tanpa punya pegangan. Seperti Hadashi dan teman-temannya yang
menjadikan film lawas berjudul The Tale of Zatoichi (1962) sebagai referensi
pembuatan karya mereka.
Tuh, nggak ada sesuatu yang benar-benar baru dalam bidang
seni. Segalanya butuh pengamatan, ilmu, riset, sampai referensi. Menulis blog
film begini pun, kering rasanya kalau nggak pakai data pendukung.
Terjawab pertanyaan saya, mengapa akhirnya film jepang It’s
A Summer Film! yang ratingnya saya temukan nggak bagus-bagus amat, pun banyak
diperbincangkan sebagai tontonan remaja yang klise, bisa masuk ke dalam daftar
putar di Japan Film Festival 2022. Rupanya, ada pesan tersirat yang nonjok
penonton remaja lho.
Saya menyepakati pesan yang disampaikan Soushi Matsumoto,
bahwa “films are the machine”.
Gengs, sejauh ini, kamu jadi tergoda untuk menyaksikannya
juga? Film ini ringan sekali, sampai ke urusan romance-nya pun beneran “apa banget sih”, siapkan dirimu untuk
menemukan sisi lainnya yang nggak langsung digambarkan secara blak-blakan ya.
seru juga kayaknya ini ya filmnya, waw salah satu tokohnya dari masa depan yang di sana film hanya berdurasi beberapa detik aja, waaaa imajinasi yang sangat unik, saking sibuknya mungkin memang orang2 di masa depan nanti
BalasHapusIya. Di ceritanya sih dibilangnya, orang di masa depan sampai nggak punya waktu untuk menikmati tontonan saking mereka sibuknya.
HapusSegar sekali membaca rangkuman dan review film Jepang karena menurutku jarang dibicarakan. Film It's a Summer Film ini juga menarik ditonton karena ringan dan menghibur, ya
BalasHapusBiasanya Korea ya Mba. Hihihi.
HapusTerima kasih banyak ya Mba Tina.
Mesin waktu yang ada di dalam cerita, dari dulu selalu saja menarik ya, Cha. Jepang itu kaya akan imajinasi dan kreativitas. Selalu salut sama karya orang Jepang.
BalasHapusIya Bunda.
HapusKalau sudah bahas mesin waktu, ingatan pertama memang langsung ke industri kreatif Jepang sih, terutama Doraemon.
Sy ga ngikutin film film Jepang terakhir nonton dramanya waktu jaman jadi seri di indosiar tahun 2000 an heuheu. Jadi pengen nonton film Jepang nih
BalasHapusYuk, mana tahu jadi semangat berbelok sedikit dari Drama Korea.
HapusHihihi ... tapi saya juga masih menikmati berbagai drama korea kok.
Bikin penasaran deh ingin nonton film ini, saya jarang banget nonton film Jepang nih.
BalasHapusSilakan dicari Mba. Saya kemarin bisa ikutan nonton karena ikutan registrasi sebagai peserta di Festival Film Jepang 2022.
Hapusnggak tau nih bakalan nonton apa engga, secara kurang terlalu minat sama genrenya. kalau film2 jepang aku suka yang agak greget dan berat genrenya mbaak :D
BalasHapusHai kak salam kenal ya, jujurly nih aku jarang nonton film. Mungkin karena keterbatasan waktu ya.Tetapi dengan review It's a Summer Film cukup menarik nih ceritanya, jadi pengen sempetin waktu untuk menonton
BalasHapusSalam: Dennise Sihombing
Tahun ini belum ada satupun film Jepang yang saya tonton. Padahal tahun kemarin ada beberapa film. Tertarik juga nontonnya. Masih bisa lihat di Festival Film Jepang, ya?
BalasHapusSudah lama skali tak menonton film Jepang. Tampaknya ini akan jadi salah satu film Jepang yang bisa dinikmati
BalasHapusKangeeen nonton dorama..
BalasHapusEh ini film diink... Ini berdasarkan buku bukan yaa...??
Rasanya pernah lihat covernya di Gramedia Digital, It’s A Summer Film!
Dan uwh...youth vibes begini, aku suka banget...
Wah aku baru tau film iniiii, kyknhya menarik apalagi ttg anak2 muda yang bikin karya gtu yaa. Aku setuju banget nonton sebaiknya di channel legal, kita aja juga gak suka kan kalau karya kita dbajak2, jd mulai dr diri sendiri dulu utk berbuat demikiian jg
BalasHapusWah, suka nonton film Jepang ya mbak
BalasHapusCeritanya menarik ya
Aku jadi penasaran
Ini bisa ditonton di aplikasi streaming ya mbak?
Blas gak pernah dengar sama sekali judul film yang satu ini. Di samping ya emang gak pernah nonton film Jepang selain Doraemon dan Detective Conan. Wkkkwkwk, eh ini sih film kartun yaa~
BalasHapusdulu masih sempat nonton film jepang, bagus bagus sih, dan orangnya kulitnya mulus-mulus. Hehehehe, tapi udha lama banget nggak pernah nonton lagi. sekarang ketemu blog ambil remote, rasanya kok pengin nonton film jepang lagi
BalasHapusAku masih belum tertarik nonton film Jepang, pernah coba salah satu judul yang terkenal gara-gara versi drama koreanya aku suka tapi tetep gak bisa masuk. Kebiasaan lihat drama Korea dengan logatnya yang khas, waktu nonton drama Jepang jadi kayak aneh karena bahasanya beda lagi :D
BalasHapusJaman dulu sering nonton di situs ilegal dan gak ngerti ya kalau gak boleh. Orang-orang juga pada nonton lewat situ jadi kayak nganggap kalau gak apa-apa. Untungnya sekarang udah banyak platform yang menyediakan tayangan luar dengan legal. Tarifnya cukup terjangkau pula.