Hey Gengs.
Kali ini, saya mau mengajak kamu untuk bersama-sama masuk ke
dalam kapsul waktu Geng Ambil Remot. Kita akan melakukan perjalanan seru menuju
ke sekitar tahun 2000-an dengan misi, mencari tahu, apa yang para milenial
lakukan di masa-masa itu, dan membentuknya menjadi generasi yang sekarang ini.
Ya. Bisa jadi, kamu pun akan ikut terjebak nostalgia tentang serunya kehidupan anak-anak atau masa remajamu di tahun-tahun tersebut. Siap? Mari melesat.
Logo di-capture
dari IndiHome.co.id
Perkembangan Internet yang Menggoda
Persinggahan pertama kita kali ini, di sebuah Warung
Internet atau yang selanjutnya dikenal akrab dengan sebutan Warnet. Masih
ingat, apa saja yang pernah kamu lakukan dulu, di sini? Mengunduh file film,
musik, atau apapun yang sangat ingin bisa kamu nikmati? Atau sekadar
berselancar, mencari kenalan, atau informasi?
Bermula dari peluncuran standar protokol TCP/IP pertama kali
di Amerika Serikat pada tahun 1986, hingga di tahun 1990 muncul layanan www
alias world wide web. Di era yang
sama pula, layanan internet pun sudah sampai ke tanah air kita, Gengs. Ya …
awalnya memang lebih banyak digunakan oleh para akademisi, eh … lama-lama
meluas.
Nggak perlu menunggu lama, internet juga bertandang ke
Indonesia di era yang sama nih, menurut Onno W. Purbo dalam bukunya tentang
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang diterbitkan tahun 2008. Maknanya,
teknologi internet cukup akrab sama kamu yang masuk ke dalam generasi milenial
dan gen Z.
Sedikit mundur ke masa anak-anak dimana saat itu, menonton
Televisi di hari Minggu pagi menjadi hiburan tersendiri yang cukup membekas di
hati. Berbagai tayangan animasi yang kebanyakan dari Jepang, menjadi konsumsi
mayoritas dari angkatan kita. Kamu merasakannya juga kan?
Selanjutnya, saya – juga kamu mungkin saja – memasuki usia
remaja dengan ketertarikan yang nggak kalah kuat, akan berbagai karya para
animator dari Negeri Sakura sana. Bukan hanya itu saja, ada lagi film-film
Holywood yang masuk dalam wishlist
menonton. Film musikal dari ranah Bollywood yang nggak kalah menggoda. Belum
lagi drama Korea dan Taiwan. Eits, jangan sepelekan pula kemunculan berbagai
film dalam negeri kita ya.
Nah, bermula dari obrolan di sekolah soal tontonan tadi,
kemudian berlanjut dengan eksekusinya di warnet, berbagai referensi tontonan
tadi kemudian banyak didapatkan. Nggak jarang, bukan hanya bertukar link untuk
mengunduh si film atau serial, alih-alih malah mengeluarkan dana untuk bayar
biaya internet, punya teman yang mau memberikan copy file-nya secara cuma-cuma,
wah … siapa yang nggak mau coba?
Dulu, saya merasa kalau hal itu ya biasa saja. Eh, kok di
masa depan, saya jadi tercolek oleh pengetahuan tentang Hak Kekayaan
Intelektual, dan merasa sedikit berdosa ya?
Kita melangkah mengikuti pergerakan jaman lagi yuk!
Kehadiran teknologi pemutar disk dengan harga yang cukup
terjangkau untuk dimiliki kalangan keluarga menengah, turut memunculkan
berbagai lapak penjual VCD dan DVD bajakan. Segala tontonan yang nggak muncul
di Televisi, ada di sana. Semua tayangan yang diabadikan dalam disk ilegal tadi
didapat lewat mana? Internet, sudah pasti.
Harganya? Wah, jangan ditanya. Kantong para pelajar – walau ada
saja yang memang merasa sedikit berat sih – cukup untuk mendapatkan si disk film yang sedang hits. Sudah
begitu, bisa dioper ke teman lain kok. Iya, dipinjamkan dengan rasa dekat
sebagai sahabat lekat, atau jadi alat untuk meraih perhatian si sosok pujaan
hati. Hihihi ….
Para remaja di usianya yang begitu haus akan berbagai
hiburan dan pengetahuan baru, atas nama menemukan hobi bahkan jati diri, mulai
mengonsumsi tontonan yang dianggapnya “ini sih genre gue banget”. Kebanyakan,
berhenti sampai di penikmat sementara. Tapi ada saja yang tergoda mendalami
salah satu bidang pekerjaan kreatif ini.
Duh, kalau sudah bertransformasi jadi karir impian ini nih,
ckckck. Sedih kalau kelak hidup di bidang kreatif, tapi karyanya banyak
diplagiasi. Bukan sama pihak lain, tapi oleh sesama bangsa sendiri.
Internet pada akhirnya, hadir sebagai sekeping koin dengan
bagian atas yang memunculkan sosok penuh aura positif nan membuka wawasan
generasi muda. Sayang, di sisi sebaliknya, konsumsi internet, menjadikan para
anak muda tadi – ada saja -- yang sedikit terlupa, bahwa dinding pembatas
antara legal dan ilegal, sangatlah tipis.
Sudahkah sedari awal, generasi muda diingatkan akan adanya
hak yang dilanggar dari mengonsumsi berbagai tontonan secara ilegal? Sementara
berbagai situs menonton tersebut, tumbuh subur bak jamur di musim hujan? Mudah
bin murah?
Manfaat Internet Pada Perkembangan Generasi Muda
Gengs, yuk kita beranjak ke tahun 2010-an. Kita bermain-main
sebentar di satu dekade yang lalu. Kamu, di kala itu, sudah memasuki usia
remaja, atau dewasa muda?
Ingatkah, media sosial sudah makin masif di masa tersebut? Anak
muda, semakin nampak minatnya pada perkembangan internet. Bahkan, kalau
diperhatikan lagi, segala media yang di masa sekarang ini sudah akrab digunakan
sehari-hari, cikal bakal kemunculannya, ada di dekade 2010-an.
Pada akhirnya, kita besar bersamaan dengan jangkauan
internet yang makin meluas. Berbagai referensi tontonan, makin mudah
didapatkan.
Kamu nggak perlu lagi mengenal si A atau si B untuk bisa
membahas satu tontonan yang sama. Lebih mudah bagimu menyampaikan segala
pengetahuan dan sudut pandangmu, tanpa perlu berakrab-akrab dengan beberapa
orang. Berbagai komunitas menjamur, termasuk komunitas yang menyukai film.
Wadah yang selanjutnya, sadar atau nggak, membentuk kamu beserta segala
keahlianmu.
Anak muda, generasi kita, berkembang di dalam naungan
jaringan internet. Menjadikan para milenial, dan generasi Z yang merupakan
adik-adik kita, menjadi tunas-tunas bangsa yang mudah sekali menyerap
pengetahuan baru.
Sayangnya, plagiasi akan sebuah karya, makin menggila.
Kebanyakan dari mereka, ingin lekas dikenal dunia. Lupa, bahwa menjadi produk
karbitan, nggak selalu membuat karya tadi benar-benar matang. Payahnya,
berbagai referensi tontonan untuk si karya tadi, diperoleh dalam bentuk “rampasan”,
ya … diunduh secara ilegal, lalu dikonsumsi tanpa memikirkan apakah cara
demikian adalah halal. Sudah begitu, banyak pembenaran berazas “ada yang murah
kenapa harus susah” menjadikannya sebagai argumen massal.
Dirimu yang sekarang sangat hobi menonton, pernah memikirkan
hal ini sebelumnya? Nggak apa-apa kalau baru tersadar, kita sama kok.
Internetnya Indonesia Tak Terbatas, Tapi ….
Sudah sudah … ayo kita kembali ke masa depan. Yuk, pasang
kembali sit belt-mu, dan bersiap
untuk pulang.
Di masa sekarang, sungguh beruntunglah kita yang punya hobi
menonton. Berbagai platform streaming, tersebar, dan mudah sekali diakses
melalui telepon pintar. Semuanya pun, banyak yang legal, alias sudah memegang
lisensi untuk penayangannya. Akhirnya, kita sudah menjadi bagian dari
orang-orang yang masuk dalam barisan penikmat tontonan yang sadar akan hak para
sineas di balik layar.
Semoga kamu pun demikian. Aamiin.
Semangat untuk selalu menggaungkan menonton
di situs legal pun, turut diambil alih oleh IndiHome yang bukan hanya hadir
sebagai layanan internet dengan jangkauan luas dari Telkom Indonesia, tetapi
juga menyediakan tayangan televisi interaktif yang bisa kamu nikmati kapan
saja.
Nah, makin banyak saja pilihan untuk kita menyaksikan
berbagai tontonan secara legal, bukan?
Melalui fitur IndiHome TV ini, kamu bisa melakukan playback,
pause, dan rewind, pada tontonan yang kamu inginkan. Nggak perlu khawatir
terlewat atau ketinggalan.
Ada pula fitur TV on Demand yang tayangannya masih bisa kamu
putar walau sudah tayang pada 7 hari sebelumnya. Asik ya.
Kalau kamu sudah cukup familiar dengan fitur UseeTV, pasti
kamu akan bisa lekas menyebutkan channel-channel yang sering menayangkan film
dan serial di sana. Maknanya, daripada lelah-lelah mengunduhnya di situs ilegal,
mengorbankan kuota internet kamu pula lho, kenapa nggak kamu memanfaatkan
UseeTV dari IndiHome saja, lalu merasa cukup dengannya.
Internetnya Indonesia memang nggak terbatas ya, Gengs.
Apalagi dengan layanan dari IndiHome. Tapi, perlu kesadaran diri untuk selalu
mengambil hal-hal baik di dalam jaringannya, termasuk menonton berbagai
tontonan yang kamu suka di situs yang tepat.
Andai saja setiap dari kita bisa punya kesempatan untuk Re-LIFE,
menjadi muda kembali dan mencegah kesalahan atas kebiasaan menonton secara ilegal
di masa lalu, mana tahu bangsa kita akan digerakkan oleh lebih banyak lagi
generasi muda yang bijak selama berselancar di jaringan internet. Muncul
mencuat tinggi sebagai generasi yang saling menghargai dalam karya.
Nggak apa-apa. Dimulai dari sekarang untuk berhenti menjadi
penonton ilegal, sudah cukup kok. Semangat.
Setuju kalau nonton itu harus yang legal.. lebih lagi konten tontonan yang dipilih juga harus sesuai, remaja harus pandai mengatur dirinya agar semua hal termasuk apa yang ditontonnya bermanfaat untuk dirinya
BalasHapus