Lama nggak menuliskan cerita tentang tontonan yang saya tonton ya? Senang bisa kembali mengisahkan tontonan yang basah, di hari yang selalu dipenuhi sapaan dari rintik air mata langit, sedari awal bulan September ini. Hari-hari yang tepat bagi saya untuk menyaksikan film bertema hujan, Waiting for Rain. Salah satu film yang masuk box office di Korea Selatan.
Sebuah melodrama yang didominasi genre romance, sebenarnya.
Kisah yang sedari awal bagi saya pribadi, sudah cukup terasa lambat, mendung,
sesekali ada kilatan cahaya, tapi ya … cukup membuat “dingin” kalau nggak ingin
disebut dengan film yang membawa “sejuk”.
Alasan saya menyaksikan film berjudul asli Biwa Yangshinui
Yiyagi ini, hanya semata-mata karena terpantik oleh suara gemericik hujan yang
menabrak atap. Aih, memang … sesederhana itu, sereceh itu.
Garis besar yang dibawa oleh Waiting for Rain benar-benar hanya soal penantian. Namun, bayangkan saja, akan setangguh apa seseorang yang disuruh untuk menunggu tanpa batas waktu? Berharap pada janji yang terasa kosong? Memperjuangkan perasaan yang terasa entahlah, sayangnya menjejak indah.

Tentang Film Waiting For Rain
Kemunculan kembali Kang Ha Neul selepas wajib militer.
Begitulah yang terpampang dalam berbagai review film Waiting for Rain yang
sudah lebih dulu muncul untuk film yang juga diberi judul Endless Rain, Rain
and Your Story, dan Story of You and the Rain ini. Judul sampingannya memang
banyak, Gengs.
Judul : Waiting for Rain (Biwa Yangshinui Yiyagi)
Tahun tayang : 2021
Sutradara : Jo Jin Mo
Penulis skenario : Yoo Seong Hyub
Pemain utama : Kang Ha Neul, Chun Woo Hee, Kang So Ra
Durasi : 117 menit
Rate usia : 13+
Sinopsis Film Korea Waiting For Rain
Berkisah tentang kehidupan seorang siswa yang selama dua
tahun terus saja mengulang kelas di salah satu tempat belajar untuk persiapan
masuk perguruan tinggi di Korea Selatan, Young Ho (dibintangi oleh Kang Ha
Neul). Terdengar sebagai pecundang karena kegagalannya itu, memang.
Bayangkan saja, bahkan guru yang mengajar di kelas persiapan
ujian, sampai menyadari kalau ada kehadiran beberapa siswa yang turut muncul
juga di tahun sebelumnya. Rupanya, berhasil masuk ke perguruan tinggi, sering
jadi standar kecerdasan seseorang ya, termasuk momok untuk kebanyakan kaum muda.
Persis di sini nggak sih?
Nah, di sekolah ini, sebenarnya Young Ho dipertemukan oleh takdir dengan seorang gadis yang sama-sama mengulang kelas persiapan ujian, Soo Jin (diperankan oleh Kang So Ra). Tapi Gengs, dasar hati lelaki kadang sama ajaibnya dengan kelakuan perempuan, Young Ho rupanya masih menyimpan perasaan pada seorang gadis lain yang pernah satu sekolah semasa sekolah dasar bersamanya. So Yeon, namanya.
![]() |
padahal Kang So Ra udah maju duluan lho |
Berkat bantuan dari salah seorang temannya sedari kecil,
Young Ho yang sedang merasa hilang arah dalam menjelang masa depannya, mendapat
kontak teman lamanya itu dan memberanikan diri untuk menyapanya melalui sepucuk
surat. Tentu saja, Young Ho terdorong oleh perasaan sukanya pada So Yeon di
masa lalu.
Latar waktunya yang berada di tahun 2003, rasanya masuk
akal. Di tahun itu, punya teman pena masih menjadi hal yang lumrah. Saling
terhubung melalui surat atau radio, istimewa dan berkesan. Bukankah media
sosial belum semarak?
Berhasil mengirimkan surat pertamanya untuk menyapa seorang
gadis yang di masa lalu, dalam ingatan Young Ho, pernah menyemangati dirinya
yang hidup tanpa mimpi dan merasa gagal dengan memberinya sebuah sapu tangan
dan dukungan semangat, bukan membuat kisah Young Ho menjadi mudah. So Yeon,
sakit parah, bahkan nggak bisa bicara. Maka, orang yang membalas surat tersebut
adalah adiknya, So Hee (dimainkan oleh Chun Woo Hee).
![]() |
momen mau kirim surat aja salah tingkah dulu |
Entah apa yang ada dalam pikiran So Hee, ketika kakaknya
menolak untuk membuka komunikasi dengan teman lamanya, ia malah mengubah pesan
dari kakaknya, menjadikan Young Ho sebagai seseorang yang – mungkin dalam
angan-angan So Hee – bisa memicu semangat hidup kakaknya menggebu hingga
sembuh.
Begitulah, awal mula So Hee menggantikan So Yeon berkirim
surat dengan Young Ho. Sebuah awal yang selanjutnya berjalan sesuai harapan So
Hee. So Yeon berharap dirinya bisa pulih, lalu bertemu dengan Young Ho.
Kemudian, jatah hidup memang nggak bisa dinego ya, So Yeon pun berpulang.
Kepergian sang kakak, awalnya membuat So Hee ingin berkata jujur pada Young Ho tentang surat-surat yang selama ini ia kirimkan atas nama kakaknya. Tetapi, keberanian So Hee luntur, apalagi ada perasaan yang tumbuh sepanjang proses saling surat-menyurat bak sahabat pena tadi.
Di kala Young Ho mengajak So Yeon – dalam hal ini tentu saja
So Hee yang mengikat janji dengannya – untuk bertemu di sebuah taman yang dulu
merupakan lapangan dari sekolah dasar mereka, So Hee menolak secara halus. Ia
berpesan kalau mereka akan berjumpa di hari hujan pada 31 Desember. Tahunnya
kapan? Nggak ada kejelasan.
Jadilah, Young Ho berakhir sebagai lelaki yang hanya punya
satu impian besar dalam hidupnya. Bertemu dengan “gadis pemberi semangat” di
masa kecilnya, So Yeon. Ia terus menunggu di tanam, setiap tahun, pada 31
Desember hingga tengah malam, berharap hujan mau mengguyur Kota Seoul di
pergantian tahun.
Waiting for Rain dan Penantian yang Terlampau Panjang
Entah penyabar atau apalah sebutan yang bisa disematkan pada
karakter Young Ho, sungguh betah menunggu sesuatu yang nggak memberi kejelasan
itu kan menyiksa sekali. Kenapa sih nggak diakhiri saja?
Tapi memang, sepanjang menonton, saya mendapati cukup banyak
kalimat, “Karena ia punya mimpi, dan kamu nggak” dari karakter ibunya So Hee
dan So Yeon yang mengelola toko buku bekas. Seolah memberi kesan, seseorang
yang punya mimpi malah akan dihujani banyak cobaan hidup, berbeda dengan yang
orang yang membiarkan hidup berjalan begitu saja.
Ya … begitulah yang berkali-kali mampir dalam benak saya
sebagai penonton. Nggak tega saja rasanya, membiarkan tahun berganti dengan
janji yang entah kapan bisa ditunaikan. Sebegitunya banget. Tapi, saya paham
sih, memang inilah perasaan yang dihadiahkan untuk sesiapa saja yang
menyaksikan Biwa Yangshinui Yiyagi pada akhirnya. Penantian akan impian.
Saya pun sedikit sebal pada tokoh Young Ho yang membiarkan
Kang So Ra alias karakter Soo Jin harus mengakhiri perasaannya sendiri, karena
Young Ho enggan menyambutnya. Hey, mereka sudah menginap dua kali di motel lho.
Bahkan Soo Jin sudah membeberkan rahasia hidupnya pada Young Ho. Apa sih yang
kurang?
But than, seperti
yang saya toel di atas tadi, perasaan lelaki kadang juga bak misteri, miriplah
sama kotak pandora. Kehadirannya bisa terlihat serupa kotak kado yang dibungkus
dengan kertas apa saja yang disukai penerimanya, tapi isinya … duh, bikin degub
jantung mendadak berhenti. Percampuran antara kaget, kecewa, dan sebal luar
biasa.
Saya paling suka dengan hal-hal manis yang dihadirkan dalam
film dengan banyak sekali scene
mendung ini. Mulai dari surat yang ditulis dengan cara unik, karena untuk
membacanya, si kertas harus diangkat ke arah cahaya matahari baru terbaca
isinya. Selanjutnya, pekerjaan Young Ho sebagai pengrajin payung, dan hadiahnya
untuk Soo Jin sungguh bikin hati penonton ikut terasa hangat.
Selanjutnya, latar kisah yang berada di Seoul dan Busan
bagian pinggiran, membawa saya terpikir kalau Seoul bukanlah kota se-wah yang
biasa muncul dalam beberapa drama korea. Bagian pinggiran kota yang kumuh, bis
yang jarang, ternyata ada juga ya.
![]() |
beginilah kalau surat-suratan mulai pakai hati |
Namun, kalau kamu berharap jantungmu bisa ikut berdegub
hebat, pipi ikut merona malu, atau air mata tumpah sepanjang 117 menit menonton
Waiting for Rain, sungguh … saya nggak berani menjamin. Soalnya, honestly, wajah saya datar terus
sepanjang jalan cerita. Tapi, ending
dan epilog film ini, bikin saya terkejut dan berucap “oh, pantesaaaan”.
Agak gimana gitu ya, film yang bertaburan bintang top,
termasuk kemunculan Kang Ha Neul juga Kang So Ra bareng Chun Woo Hee rasanya
kurang diperas-peras sampai emosinya keluar dan menyeret penonton turut masuk
ke dalam cerita. Apa karena memang temanya mendung menunggu hujan dan
penantian, ya? Berasa, ya udah aja gitu.
Lalu, bagaimana dengan So Hee? Apakah akhirnya Young Ho bisa
bertemu dengan orang yang berjanji untuk menemuinya pada 31 Desember jika hujan
turun? Selamat menonton bagi kamu yang tergoda menyaksikan film melodrama ya.
Mengulang maksudnya tinggal kelas ya? Kalau di kita ada siswa yang sampai mengulang beberapa kali demi bisa masuk perguruan tinggi wah bisa jadi bahan bulian ya. Secara tinggal kelas kan identik dengan maaf anak kurang cerdas gitu...
BalasHapusFilmya mengharukan bgt sekaligus sedih. Saya yang sukanya jenis film thriller atau genre horror harus nyoba nonton juga. Supaya ada variasi hiburan, nggak yg serem2 terus. hehe
BalasHapusKok bikin melting sih. Apa ada orang sesabar itu yang mau nunggu 31 Desember di Seoul turun hujan..
BalasHapusHiksss
Tapi jadinya penasaran sih, apakah akhirnya mereka bertemu atau tidak. Trus pas ketemu gimana ya.. Iiiiih spilll lagi.. 🤣
Boleh deh nih masukin ke watch list weekend saya, makasih Ka Acha... btw menunggu itu emang pekerjaan paling membosankan ya, tetapi kl sabar insyaallah hasilnya jd menyenangkan, kayak yg dialami Kang Ha Neul ^^
BalasHapusMasukin ke list aah. Baru tahu Kang Ha Neul main film ini. Penasaran sama endingnya.
BalasHapus